Minggu, 15 Maret 2015

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Di era globalisasi sekarang ini makin maraknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu guna mencari keuntungan untuk dirinya pribadi maupun untuk lembaga/perusahaannya, baik di bidang hak kekayaan pribadi maupun hak kekayaan lembaga/perusahaannya yang termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI).  Bahkan pelanggaran-pelanggaran tersebut telah menjadi bisnis utama dalam mencari nafkah sebagian masyarakat di negara-negara berkembang.
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya intelektual berupa; pengetahuan, seni, sastra, teknologi, di mana dalam mewujudkannya membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual tersebut ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi. (Bambang Kesowo, 1998:160-161)
HKI merupakan satu sistem yang memberikan perlindungan hukum atas karya-karya intelektual seseorang maupun lembaga atau perusahaannya di bidang industri, ilmu pengetahuan dan seni(hak cipta), hak kepemilikan industri(desain industri, paten, merek, dan lain-lain). Selain itu juga, pelanggaran-pelanggaran tersebut menandakan bahwa masih kurangnya kesadaran pada masing-masing individu untuk menghargai hasil karya seseorang ataupun perusahaan terhadap barang atau produk ciptaannya terutama pada hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Salah satu contoh dari pelanggaran tersebut tampak pada pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain, seperti pada karya suara (lagu, musik), karya pertunjukkan (pewayangan, tari, lenong, dll), karya seni dalam berbagai bentuk (lukis, gambar, kaligrafi, terapan, batik, dll), serta pada karya-karya lainnya.
Namun demikian, pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang mengenai hak cipta dan hak paten tersebut guna melindungi kedua jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) itu, salah satu contohnya pada produk karya seni dalam bentuk Batik. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan perlindungannya oleh negara khususnya oleh pihak pemerintah. Tetapi pada kenyataannya perlindungan Undang-Undang tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena masih kurang dalam penerapannya dan Undang-Undang tersebut masih kurang dipahami secara baik dan benar oleh sebagian masyarakat sehingga produk karya seni dalam bentuk batik tersebut dengan mudahnya diklaim oleh negara lain.
Selain itu juga dengan adanya Undang-Undang tersebut para produsen/pencipta batik ini merasa terlindungi karena produk/barang ciptaannya telah dihargai dan diakui oleh masyarakat luas maupun oleh negara. Tetapi pada kondisi nyatanya banyak dari mereka yang merasa dirugikan karena hasil karyanya tersebut kurang dilindungi oleh negara khususnya pemerintah. Hal ini juga memberikan dampak yang signifikan bagi penciptanya, baik dari segi penghargaan, pengakuan, pemunculan ide, maupun dari segi materil. Dampak yang signifikan itu juga timbul karena beberapa kendala yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangannya, salah satu contohnya adalah kendala yang datang dari para pencipta batik itu sendiri yang tidak dengan segera mendaftarkan/mempatenkan barang/produk ciptaannya. Hal ini ditandai dengan lamanya proses pendaftaran itu sendiri yang membutuhkan waktu yang panjang, memakan biaya yang cukup besar, serta dengan anggapan mereka bahwa telah adanya pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain terhadap barang/produk batik yang mereka produksikan.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Hak Cipta yang menjelaskan pengertian hak cipta diperkuat lagi dengan Ketentuan Pasal 2 ayat (1)  yang menyatakan:
“Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak citptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan pada dua ketentuan di atas, maka hak cipta tersebut dapat di artikan sebagai suatu hak kekuasaan sendiri untuk memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang di buat oleh pencipta produk atau pemegang produk dan tetap memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pengertian paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 yang menyatakan:
“Hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu (inventor) di bidang teknologi (proses, hasil produksi, penyempurnaan, dan pengembangan proses atau hasil produksi) selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensinya atau memberika persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemegan paten adalah penemu sebagai pemilik paten.”



Definisi  Hak Kekayaan Intelektual
Menurut  W. Rudolf S (2012:3) mengatakan bahwa  HAKI atau HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Menurut Dhika augustyas (2012:1) mengatakan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Adapun Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Menurut Choir (2010:1) HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Sedangkan menurut Saidin (1995) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang sebagai hasil kreatifnya yang di ekspresikan ke khalayak umum dalam bentuk apapun dan bernilai ekonomis.

SEJARAH PERKEMBANGAN HAKI DI INDONESIA
1.       Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angGota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of L teraty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
2.                  Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
3.                  Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
4.                  10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
5.                  Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
6.                  Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
7.                  19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
8.                  Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
9.                  Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
10.              28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
11.              Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
12.              Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
13.              Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
14.              Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
15.              Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.

Seperti telah disinggung di atas, Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang memadai di bidang perlindungan hak kekayaan intelektual. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual seperti Paris Convention, Berne Convention, maupun Trade Related Aspects of Intellectuals Property Rights (TRIPs). Perangkat hokum di bidang hak keyaan intelektual yang dipunyai Indonesia diantaranya adalah:

a.    UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
b.   UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
c.    UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
d.   UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e.    UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
f.    UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
g.   UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
h.   UU No. 7 Tahun 1994 Tentang Ratifikasi Trade Related Aspects of Intellectuals Property Rights (TRIPs)

Ruang Lingkup HAKI
Ruang lingkup HAKI.:
·                     Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·                     Hak Paten
Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Prinsip-Prinsip Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
1.                  Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
·                     Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari  kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
·                      Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
·                     Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.

Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1.         Hak Cipta
2.         Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
o   Hak Paten
o   Hak Merek
o   Hak Desain Industri
o   Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
o   Hak Rahasia Dagang
o   Hak Indikasi